Powered By Blogger

Laman

Sabtu, 25 Oktober 2014

APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA ISYARAT UNTUK TUNA WICARA

    Bahasa insyarat adalah salah satu bentuk bahasa yang bisa dipelajari. Namun dalam beberapa kasus , bahasa isyarat menjadi sulit dipelajari, karena keterbatasan sumber. Sebagai contoh, insiden penerjemahan bahasa isyarat palsu pada pemakaman Nelson Mandela mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Dari kejadian ini dapat disimpulkan bahwa penerjemah palsu tersebut tidak bisa mendapatkan sumber materi bahasa isyarat dinegrinya atau seperti yang terdapat pada berita, bahwea banyak penerjemah yang ingin lulus meskipun mereka hanya tau beberapa isyarat saja dan biasanya yang memperkerjakan mereka  adalah orang yang tidak mengerti tentang bahasa isyarat. Selain itu, tidah sedikit  orang yang mengalami cacat berupa tidak bisa bicara (tunawicara) di berbagai Negara dan masih sedikitnya lembaga yang mengajarkan tentang bahasa isyarat.

Pendekatan Pengajaran Alternatif Bagi  Penyandang Tuna Rungu  Dan Tuna Wicara. Menurut Smith (2009, hal. 283), terdapat tiga dasar pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara. Metode manual.  Metode manual terdisir dua komponen dasar, yaitu bahasa isyarat (sign language) dan finger spelling.

Bahasa isyarat.  Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama  tuna rungu dan tuna wicara ataupun komunikasi  tuna rungu dan tuna wicara di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan di indonesia secara umum mengikuti tata/aturan isyarat sebagaimana yang telah dikemukakan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.


Abjad Jari (Finger Spelling/Finger Alphabet).  Secara harafiah, abjad jari merupakan usaha untuk menggambarkan alpabet secara manual dengan menggunakan satu tangan. Berikut adalah contoh abjad jari:

Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di dalam SIBI serupa dengan International Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri, mengisyaratkan singkatan atau akromin , dan mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya.

Tunawicara (bisu) adalah mereka yang menderita gangguan berbicara sehingga tidak dapat berbicara dengan jelas. Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dsb.. Tuna wicara (bisu) sering diasosiasikan dengan tuna rungu (Tuli) karena ada sebuah syaraf eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga mulut adapun organ berbicara antara lain mulut,hidung,kerongkongan,batang tenggorokan,dan paru-paru. Penghubung penting lainnya antara telinga dan mulut adalah saraf trigeminal, yang terhubung ke otot martil, serta ke otot–otot yang memungkinkan kita mengunyah dan menutup mulut, yaitu otot temporal dan otot masseter.

Saraf trigeminal
Saraf ini merupakan penghubung langsung lainnya antar pendengaran dan suara. Kalau dengan menguap kita dapat menghindari mendengar, cara lain adalah dengan menutup rahang rapat-rapat.
Ketika seseorang anak menggeretakan ginginya saat marah, pasti bahwa kata-kata kita akan masuk telinga kann dan keluar telinga kiri.
Hubungan saraf ganda antara telinga dan suara agaknya bersesuaian dengan temuan-temuan akhir-akhir ini yang menyatakan; otot-otot telinga tengah teraktivasi ketika kita menggunakan suara kita.

 faktor  penyebab tuna wicara.
  •  Hipertensi
  •  Faktor genetik /turunan dari orang tua.
  •  Keracunan makanan.
  •  Tetanus Neonatorum (Penyakit yang menyerang bayi saat baru lahir. Biasanya disebabkan oleh pertolongan persalinan yang tidak memadai)
  •  Difteri (Penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas)

Ciri-ciri penderita tuna wicara.
· Berbicara keras dan tidak jelas
· Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
· Telinga mengeluarkan cairan
· Menggunakan alat bantu dengar
· Bibir sumbing
· Suka melakukan gerakan tubuh
· Cenderung pendiam
· Suara sengau
· Cadel

 Klasifikas penderita tuna wicara.
Disabilitas pendengaran pada umumnya dialami oleh individu yang lahir sebelum waktunya (premature). Penyandang disabilitas bicara ini memiliki beberapa karakteristik antara lain memiliki suara sengau, cadel, bicara tidak jelas dan tidak mengeluarkan suara saat berbicara, cenderung pendiam, pandangan tertuju pada satu obyek, menggunakan komunikasi non verbal dan bahasa tubuh untuk mengungkapkan pendapat, pikiran dan keinginan, serta lebih memilih berkomunikasi secara tertulis.

Anak dengan gangguan dengar/wicara dikelompokan sebagai berikut :

  •  Ringan (20 – 30 db)
Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.


  •  Sedang (40 – 60 db)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal


  •   Berat/parah (di atas 60 db)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara yang mampu mereka dengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya kalau masuk dalam kategori ini sudah menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi


  •   Penanganan
Bila terdapat gejala tersebut di atas lakukanlah pengujian kemampuan pendengaran sederhana dengan Uji Percakapan atau Uji Berbisik kurang dari 4 meter. Lakukan juga pemeriksaan pada telinga luar dan dalam untuk memastikan dan menentukan jenis dan derajat gangguan pendengaran.Petugas yang memberikan pelayanan kesehatan bagi tunawicara diharapkan dapat lebih sabar dan berbicara dengan menggunakan mimik yang jelas dan keterarah jawaban (berhadap-hadapan) agar komunikasi dapat berjalan lancar.

 Cara membantu tunawicara:
a)   Bicara harus jelas dengan ucapan yang benar
b)   Gunakan kalimat sederhana dan singkat
c)   Gunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan
d)   Gunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan
e)   Bicara berhadapan muka
f)   Latihan gerak bibir dengan cermin
g)   Latihan menggunakan bahasa isyarat
h)  Jika masih memungkinkan, periksakan kepada tenaga profesional untuk mendapatkan alat bantu dengar.

Menurut Departemen Sosial (Depsos) pada tahun 2002 . Anak yang mengalami cacat di Indonesia berjumlah 358.738 jiwa . yang didalamnya terdiri dari tuna daksa (35.8 %), tuna netra (17%), tuna rungu wicara (14.27%), tuna grahita (12.15%), dan sisanya kurang dari 7% adalah penyandang cacat lain.

Sedangkan, Menurut data WHO , anak yang memiliki cacat atau kekurangan pada setiap Negara adalah sejumlah 10% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penyandang cacat sesuai sensus tahun 1978 di Indonesia berjumlah 1.793.118 jiwa, atau mencapai (3.1%) dari jumlah penduduk. Lalu pada tahun 2004 dapat diketahui jumlah penyandang cacat sesuai hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Sosenas) di Indonesia adalah 6.047.008 jiwa, yang terdiri dari tuna netra 1.749.981 jiwa (29%), tuna daksa 1.652.741 jiwa (27%), eks penderita penyakit kronis 1.282.881 jiwa (21%), tuna grahita 777.761 jiwa (12.8%), dan tuna rungu wicara mencapai angka 602.784 (9.9%).

Angka 602.784  jiwa tuna rungu wicara cukup mencengangkan bagi masyarakat awam apalagi kita yang berperan sebagai terapis wicara kelak. Perbandingan antara terapis wicara di Indonesia yang berjumlah kurang dari 600 orang pada tahun 2011 ini dan penyandang tuna rungu wicara yang mencapai 602.784 jiwa dan mungkin lebih.

Faktor-faktor Penyebab Tuna Wicara
Faktor yang bisa menyebabkan tuna wicara diantaranya karena tekanan darah yang terlalu tinggi (Hipertensi), faktor genetik atau keturunan dari orangtua, keracunan makanan, penyakit Tetanus Neonatorum yang menyerang bayi pada saat bayi baru lahir, biasanya karena pertolongan persalinan yang tidak memadai, dan penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas (Difteri).

Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi Pada Penyandang Tuna Wicara Dan Tuna Rungu
Menurut Edja Sajaah dan Darjo Sukarja (1995, hal. 48), ”Pada umunya pendengaran anak tuna rungu berpengaruh terhadap kemapuan berbahasanya, antara lain: Miskin dalam kosakata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan yang mengandung kiasan, sulit mengartikan kata- kata abstrak kurang menguasai irama dengan gaya bahasa”.

Dari ketunarunguan terjadi hambatan pada anak dalam pendidikannya, yaitu: Pertama, konsekuensi akibat gangguan pendengaran atau tuna rugu tersebut bahwa penderitaannya akan mengalami kesulitan dalam menerima segala macam rangsang atau peristiwa bunyi yang ada di sekitrnya. Kedua, akibat kesulitan menerima rangsang bunyi, konsekuensinya penderita tuna rungu akan mengalami kesulitan pula dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang terdapat di sekitarnya. (Mohammad Efendi, 2006, hal. 72).

Dari uraian di atas, maka kehilangan pendengaran bagi seseorang sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, sebab pendengaran merupakan kunci utama pembuka tabir untuk dapat meniti tugas perkembanganya secara optimal. Atas dasar itulah anak tuna rungu yang belum terdidik dengan baik, tampak pada dirinya seperti terbelakang, walaupun hal itu sebenarnya masih semu, serta tampak tidak komunikatif.

Memperhatikan keterbatasan kemampuan anak tuna rungu dari aspek kemampuan bahasa dan bicaranya, maka sejak awal masuk sekolah pengembangan kemampuan bahasa dan bicara menjadi skala prioritas program pendidikannya. Pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak tuna rungu, yaitu oral dan isyarat. Selama ini pendekatan yang digunakan dalam pendidikan secara kontroversial, sebab masing-masing institusi punya dasar filosofi yang berbeda.

Menurut Sunaryo Kartadinata (1996, hal. 80), dampak tuna rungu wicara sehubungan dengan karakteristik anak tuna rungu yaitu: “miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung kiasan, adanya gangguan bicara maka hal ini merupakan sumber masalah pokok bagi anak tuna rungu wicara.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehilangan pendengaran bagi seseorang sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, sebab pendengaran merupakan kunci utama pembuka tabir untuk dapat meniti tugas perkembangan secara optimal. Usaha yang mungkin akan mendorong anak tuna rungu  dapat bersekolah dengan cepat adalah mengikuti pendidikan pada sekolah normal dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.

Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah aplikasi yang dapat membantu tuna wicara untuk memahami dan mempelajari bahasa isyarat dengan mudah sehingga mereka dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari – hari. Dalam aplikasi ini juga dilengkapi dengan pengenalan huruf alphabet dengan menggunakan tangan dan latihan sehingga pengguna dapat meningkatkan kemampuan dengan mengerjakan latihan yang ada.  

Daftar Pustaka:


Nama Kelompok
- Dini Dwi Rahayu (12111155) http://diniayu21.blogspot.com/
- Lila Dahlia (14111098)  http://lylalalala.blogspot.com/
- Trie Handayani (17111186)  http://ntriexxx.blogspot.com/

Sabtu, 28 Juni 2014

Portofolio

IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap                   : Trie Handayani
Jenis Kelamin                  : Perempuan
Agama                          : Islam

Fakultas/Jurusan/Angkatan      : Ilmu Komputer/Sistem Informasi/2011

RIWAYAT ORGANISASI
No
Jenjang
Nama Organisasi
Jabatan
Periode
1
SMA
ROHIS
HUMAS
2008 - 2009

RIWAYAT PENGALAMAN BEKERJA
No
Nama Pekerjaan
Jabatan
Tempat
Periode
1
Barcode
Petugas
Univ.Gunadaram
2013-2014
2
Barcode
Pengawas
Univ.Gunadarma
2014-2015

*pengangkatan pengawas baru diserahkan pada waktu MAKRAB pada tanggal 14-15 Juni 2014
No
Jenjang
Perguruan Tinggi
Fakultas
Jurusan
1
S1
Universitas Gunadarma
Ilmu Komputer dan Teknik Informasi
Sistem Informasi

Pelatihan
No
Nama/Jenis Diklat
Tempat
Lama Pelaksaan
Penyelenggara
1
Makrab (Malam Akrab) / ISTIJAB
Bogor
Dua Hari
Barcode Universitas Gunadrama

Sertifikat Yang Diraih Pada Tahun 2011 s.d 2014
No
Nama/Judul Acara
Tempat
Penyelenggara
Waktu Pelaksana
1
Seminar Web Development and Web Security
Univ.Gunadarma Depok
Universitas Gunadarma
24 Oktober 2011
2.
Ramadhan Di Hati, Ramadhan Di Nanti
Univ.Gunadarma Depok
Fajrul Islam
23 Juni 2012
3.
Workshop Building Web Using Dreamweaver
Univ.Gunadarma Depok
Universitas Gunadarma
13 November s.d 14 November 2012
4
Kursus Oracle : SQL and Extended SQL With Programming
Univ.Gunadarma Depok
Universitas Gunadarma
18 November s.d 22 November 2013
5
Seminar Scientific Publication Dissemination From Students Majored in Information System
Univ.Gunadarma Depok
Universitas Gunadarma
25 Februari 2014
6
Seminar Perkembangan Teknologi Jaringan Komputer
Univ.Gunadarma Depok
Universitas Gunadarma
5 April 2014


Sabtu, 21 Juni 2014

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

1.1 Latar Belekang

    Indonesia merupakan negara dengan tingkat aktivitas gempa bumi yang tinggi, sebagai akibat pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Lempeng Hindia (Samudera India – Australia di sebelah selatan), Lempeng Pasifik di sebelah Timur dan Lempeng Eurasia di Utara. Sejak tahun 1991 hingga 2008, tercatat 25 kali gempa dan 9 kali tsunamimerusak. Pada 12 Desember 1991, terjadi tsunami di Flores, diikuti tsunami Jawa Timur 1994, tsunami Biak 1996, tsunami Sulawesi tahun 1998, tsunami Maluku Utara 2000, dan tsunami Aceh Desember 2004, Nias 2005, Jawa Barat 2006 serta Bengkulu 2007. Melihat data tersebut dapat disimpulkan rata-rata hampir 2 tahun sekali tsunami menghantam pantai kepulauan Indonesia. Puncak tsunami di Indonesia terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004 yang menelan banyak korban lebih dari 160.000 korban jiwa dan korban harta benda lainnya dengan dampak sosial yang besar.  (http://id.wikipedia.org/wiki/Ina-TEWS)

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.

    Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam  (http://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami)

    Pengembangan system peringatan dini tsunami adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi tsunami kemudian memberikan peringatan untuk mencegah terjadinya jatuh korban. Sistem ini tediri dari dua bagian, yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi tsunami dan infrastuktur jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan dengan secepat mungkin. Sistem ini digunakan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) untuk memberikan peringatan kepada masyarakat Indonesia jika terjadi gempa maupun tsunami. Sistem ini digunakan jika terjadi gempa yang mempunyai potensi untuk terjadinya tsunami. Sebelumnya sistem ini telah dibuat, tetapi system yang sebelumnya masih mempunyai kekurangan, tujuan perkembangan sistem ini adalah membenarkan kekurangan yang telah ada. Disini ada cara kerja systemnya, cara kerjanya seperti.. .

1. sensor di dasar laut mengukur tekanan air
2. pengukuran dikirim oleh sinyal akustik untuk pelampung di permukaan
3. pelampung mengirimkan sinyal lebih lanjut untuk satelit
4. sinyal ini kemudian dikirim ke stasiun peringatan dini diatas tanah

The Wave Watchdog (Pengawas Gelombang)
“ketika gempa bumi terjadi di tempat tidur, jika laut, jutaan ton air tiba-tiba didorong ke atas - atau tenggelam secara dramatis ke bawah - sehingga menghasilkan gelombang yang kuat. di perairan dalam, gelombang itu bergerak pada tingkat kecepatan yang sangat tinggi. gelombang dapat diidentifikasi oleh detektor tsunami, yang kemudian mengirimkan peringatan melalui satelit.
dengan bantuan data yang diterima dari pemancar pelampung dan model prediksi, itu mungkin, bahkan hanya 15 menit setelah gempa bumi terjadi, untuk menentukan jalur dan kekuatan tsunami. peringatan dapat dikirim ke daerah yang terancam punah segera.” 

Ada beberapa zona yang beresiko tinggi tsunami, diantaranya adalah


Sistem peringatan ini akan ditempatkan disalah satu zona yang benar – benar memiliki zona yang sangat berbahaya, khususnya zona yang berpotensi tsunami.